ARKEOLOGI PUBLIK
Usianya sudah mendekati kepala delapan, tapi Mundardjito masih penuh semangat dalam menjaga serta merawat benda dan situs cagar budaya. Ia satu dari sedikit arkeolog yang berani mengambil risiko. Ia tak peduli harus berhadapan dengan menteri ataupun bupati.
Ia menganggap Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia kurang gencar melakukan advokasi untuk melindungi situs-situs arkeologi yang terancam penjarahan ataupun perusakan. Ia ingin mengembangkan public archeology, gerakan masyarakat untuk melestarikan cagar budaya.
Baginya, di antara kepentingan pembangunan fisik dan pembangunan budaya, arkeologi harus muncul sebagai manajemen yang pandai meresolusi konflik.
“Saya seperti berjuang sendiri berhadapan dengan Menteri. Saya di-exile-kan, orang-orang di fakultas saya tidak ada yang berani. Mereka tidak mau menganggap ini urusan arkeologi, tapi ini masalah Mundardjito.”
“Saya jelaskan semua salah pemerintah. Bahwa mereka tidak taat asas”.
Hasil pengawasan oleh Panitia Ad Hoc III DPD menemukan bahwa pemerintah melanggal Pasal 15 dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Rekomendasi dari Panitia Ad Hoc antara lain menghentikan pembangunan PIM (Pusat Informasi Majapahit) dan segera melakukan rehabilitasi secara menyeluruh dan maksimal terhadap kerusakan situs Trowulan Majapahit.
Setelah mendapat banyak kritik dari berbagai kalangan, akhirnya Menteri Jero Wacik mengumumkan penghentian proyek pembangunan Taman Majapahit itu. Lalu Menteri bertanya sekarang ini bahaimana. Saya bilang, yang sudah dibuka itu diamankan dulu. “Ya sudah, kamu saja yang jadi ketuanya. Siapa lagi yang mengerti tentang Trowulan,” kata Menteri. Ketika ditunjuk menjadi Ketua Tim Evaluasi dan Perencanaan Ulang Taman Majapahit itu, saya setuju tapi mengajukan syarat. Pertama, saya bebas membentuk tim sendiri tanpa diganggu. Kedua, sisa uang yang ada akan digunakan untuk perbaikan. Ketiga, saya minta Kepala Suaka atau Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala I Made Kusumajaya yang mengerjakan pemugaran dikeluarkan. Menteri bertanya kenapa. Saya bilang, Bapak bayangin kalau bekerja di tempat yang ada malingnya. Enak gak?
Akhirnya tim bekerja. Yang pertama dilakukan adalah menyelamatkan bukaan bekas fondasi itu. Saya melibatkan arsitek untuk membangun penutup berupa bangunan yang ringan. Saya adakan sayembara, pemenangnya Yori Antar. Dia mendesain bangunan ringan seperti laba-laba. Kakinya kecil, atapnya dari kanvas. Sekarang bari tiga yang sudah ditutup dari 14 titik tiang pancang fondasi yang sudah digali.
Tulisan ARKEOLOGI PUBLIK diatas memang terpotong-potong. Mau baca selengkapnya ada di Tempo 1-7 April hal 40 dst.
MUNDARDJITO menganggap Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia kurang gencar melakukan advokasi untuk melindungi situs-situs arkeologi yang terancam penjarahan ataupun perusakan. Ia ingin mengembangkan public archeology, gerakan masyarakat untuk melestarikan cagar budaya.*****
Usianya sudah mendekati kepala delapan, tapi Mundardjito masih penuh semangat dalam menjaga serta merawat benda dan situs cagar budaya. Ia satu dari sedikit arkeolog yang berani mengambil risiko. Ia tak peduli harus berhadapan dengan menteri ataupun bupati.
Ia menganggap Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia kurang gencar melakukan advokasi untuk melindungi situs-situs arkeologi yang terancam penjarahan ataupun perusakan. Ia ingin mengembangkan public archeology, gerakan masyarakat untuk melestarikan cagar budaya.
Baginya, di antara kepentingan pembangunan fisik dan pembangunan budaya, arkeologi harus muncul sebagai manajemen yang pandai meresolusi konflik.
“Saya seperti berjuang sendiri berhadapan dengan Menteri. Saya di-exile-kan, orang-orang di fakultas saya tidak ada yang berani. Mereka tidak mau menganggap ini urusan arkeologi, tapi ini masalah Mundardjito.”
“Saya jelaskan semua salah pemerintah. Bahwa mereka tidak taat asas”.
Hasil pengawasan oleh Panitia Ad Hoc III DPD menemukan bahwa pemerintah melanggal Pasal 15 dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Rekomendasi dari Panitia Ad Hoc antara lain menghentikan pembangunan PIM (Pusat Informasi Majapahit) dan segera melakukan rehabilitasi secara menyeluruh dan maksimal terhadap kerusakan situs Trowulan Majapahit.
Setelah mendapat banyak kritik dari berbagai kalangan, akhirnya Menteri Jero Wacik mengumumkan penghentian proyek pembangunan Taman Majapahit itu. Lalu Menteri bertanya sekarang ini bahaimana. Saya bilang, yang sudah dibuka itu diamankan dulu. “Ya sudah, kamu saja yang jadi ketuanya. Siapa lagi yang mengerti tentang Trowulan,” kata Menteri. Ketika ditunjuk menjadi Ketua Tim Evaluasi dan Perencanaan Ulang Taman Majapahit itu, saya setuju tapi mengajukan syarat. Pertama, saya bebas membentuk tim sendiri tanpa diganggu. Kedua, sisa uang yang ada akan digunakan untuk perbaikan. Ketiga, saya minta Kepala Suaka atau Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala I Made Kusumajaya yang mengerjakan pemugaran dikeluarkan. Menteri bertanya kenapa. Saya bilang, Bapak bayangin kalau bekerja di tempat yang ada malingnya. Enak gak?
Akhirnya tim bekerja. Yang pertama dilakukan adalah menyelamatkan bukaan bekas fondasi itu. Saya melibatkan arsitek untuk membangun penutup berupa bangunan yang ringan. Saya adakan sayembara, pemenangnya Yori Antar. Dia mendesain bangunan ringan seperti laba-laba. Kakinya kecil, atapnya dari kanvas. Sekarang bari tiga yang sudah ditutup dari 14 titik tiang pancang fondasi yang sudah digali.
Tulisan ARKEOLOGI PUBLIK diatas memang terpotong-potong. Mau baca selengkapnya ada di Tempo 1-7 April hal 40 dst.