Kamis, 24 Februari 2011

Bangunan Tua Kota Selat Panjang Kabupaten Meranti

Selat Panjang (Selatpanjang. Selat Pandjang) merupakan ibukota Kabupaten Meranti Propinsi Riau yang dimekarkan dari kabupaten induk (Kabupaten Bengkalis) pada tanggal 19 Desember 2008, Dasar hukum berdirinya kabupaten Kepulauan Meranti adalah Undang-undang nomor 12 tahun 2009, tanggal 16 Januari 2009. Terletak pada bagian pesisir timur pulau Sumatera, dengan pesisir pantai yang berbatasan dengan sejumlah negara tetangga dan masuk dalam daerah Segitiga Pertumbuhan Ekonomi (Growth Triagle) Indonesia - Malaysia - Singapore (IMS-GT) dan secara tidak langsung sudah menjadi daerah Hinterland Kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam - Tj. Balai Karimun.

Kota Selatpanjang sebagai pusat pemerintahan kabupaten Kepulauan Meranti, dahulu merupakan salah satu bandar (kota) yang paling sibuk dan terkenal perniagaan di dalam kesultanan Siak. Bandar ini sejak dahulu telah terbentuk masyarakat heterogen, terutama suku Melayu dan Tionghoa, karena peran antar merekalah terbentuk erat dalam keharmonisan kegiatan kultural maupun perdagangan. Semua ini tidak terlepas ketoleransian antar persaudaraan. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang-barang maupun manusia dari China ke nusantara dan sebaliknya.

Ramai interaksi perdagangan di daerah pesisir Riau inilah menyebabkan pemerintahan Hindia Belanda ikut ambil dalam bagian penentuan nama negeri ini. Sejarah tercatat pada masa Sultan Siak yang ke 11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Pada tahun 1880, pemerintahan di Negeri Makmur Tebing Tinggi dikuasai oleh J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi yang bergelar Tuan Temenggung Marhum Buntut (Kepala Negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Siak). Pada masa pemerintahannya di bandar ini terjadilah polemik dengan pihak Pemerintahan Kolonial Belanda yaitu Konteliur Van Huis mengenai perubahan nama negeri ini, dalam sepihak pemerintahan kolonial Belanda mengubah daerah ini menjadi Selatpanjang, namun tidak disetujui oleh J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi selaku pemangku daerah. Akhirnya berdasarkan kesepakatan bersama Negeri Makmur Tebing Tinggi berubah menjadi Negeri Makmur Bandar Tebingtinggi Selatpanjang. J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi mangkat pada tahun 1908. Makamnya ada di tengah Kota Selat Panjang.

Perjalanan panjang Kota Selat Panjang juga melahirkan bentukan bangunan-bangunan tua terutama di sekitar pelabuhan yang masih ada sampai sekarang. Kawasan ini sangatlah cocok dijadikan WISATA KOTA TUA SELAT PANJANG yang dapat ditelusuri hanya dengan berjalan kaki.

catatan :
Khusus untuk bangunan Tepekong (toa pe kong / tempat sembahyang China) merupakan bangunan baru karena telah direnovasi.
Artikel ini tidak secara spesifik menjelaskan umur masing-masing bangunan. Perlu analisa bangunan lebih lanjut.

























BACA SELANJUTNYA di - Bangunan Tua Kota Selat Panjang Kabupaten Meranti

Selasa, 22 Februari 2011

Unsur Mitos dalam Pelestarian Alam

Unsur Mitos dalam Pelestarian Alam
Laporan PURNIMASARI, Bokor
purnimasari@riaupos.com


Riau Pos berkesempatan melihat ‘bela’ kampung pada Senin (3/1) lalu di Bokor. Menurut Penghulu Desa Bokor, Iriyanto Abdullah, ‘bela’ kampung ini dilakukan dua tahap. Pertama, buang ancak yang dilaksanakan pada Kamis (30/12/2010). Kemudian ratib saman tiga hari berturut-turut sejak Ahad (2/1) hingga Selasa (4/1) dengan rute yang berbeda. Hari pertama, ratib dari Dusun Cempedak ke Dusun Durian. Hari kedua, dari Dusun Kelapa ke Dusun Durian. Hari ketiga, sama seperti hari kedua tapi beda tempat.

Pada Kamis (30/12/2010) pukul 8.00 WIB, penduduk membuat ancak dan sesajian. Ancak adalah media sesajian yang terbuat dari pelepah rumbia dan daun kelapa. Ancak biasanya berisi beras putih, daging ayam bakar, serta penganan tradisional seperti lepat dan kue koci (kue yang terbuat dari tepung beras, berbentuk segitiga dan di dalamnya ada inti dari kelapa dan gula). Semuanya dalam kondisi separo masak. Pukul 15.00 WIB, sesajian diletakkan ke ancak dan dibawa ke tempat melepas ancak di dua lokasi. Ketika ancak dibacakan mantera oleh bomo, anak-anak kecil disuruh mencangkung di bawah ancak yang dipercaya untuk buang sial. Selepas itu penduduk menaburkan bertih (beras yang sudah digonseng) ke dalam ancak.

Jumat (31/12/2010) pagi, warga mengambil air penawar ‘bela’ kampung di rumah bomo. Air penawar itu diminum dan dicampur dengan air mandi. Setelah itu mereka melakukan pantang selama tiga hari hingga Ahad (2/1) pukul 13.00 WIB. Pantangan itu di antaranya: tak boleh memotong kayu, tak boleh memetik daun, tak boleh menangkap ikan, tak boleh mengambil daun pandan dan tak boleh mengambil air di sumur umum untuk dibawa pulang. Air sumur, selama masa pantang, hanya boleh dipakai mandi.

Saat ‘bela’ kampung di Bokor pada Senin (3/1) lalu, semua pesertanya, kurang lebih 90 orang, adalah lelaki. Mereka berkumpul di jalan di depan rumah penduduk yang paling ujung. Sebelum berbaris dan memulai ratib saman keliling kampung, mereka membagi-bagikan bertih. Nanti, bertih ini akan dimasukkan ke wadah-wadah air yang diletakkan penduduk di atas kursi atau bangku pas di jalan masuk ke halaman mereka. Tak jarang, bersama wadah air ini penduduk menyedekahkan makanan berupa biskuit.

Perempuan dan anak-anak tak boleh keluar rumah apalagi melintas sepanjang ratib. Masyarakat percaya akan ada bala menimpa untuk orang yang melanggarnya. Di setiap simpang, para peserta ratib berhenti dan pemimpin ratib akan mengumandangkan azan lewat pengeras suara. Karena hanya diikuti para lelaki, ritus tua itu kini seolah-seolah bergeser hanya jadi milik kaum maskulin. Sepintas, mirip tradisi tua di Jepang yang juga cenderung berpusat pada kaum Adam (patriarch centric). Begitu para peserta ratib melewati rumah, barulah kaum perempuan dan anak-anak berani keluar rumah dan mengambil air yang sudah diberi bertih tadi. Air itu bisa direnjis-renjiskan ke rumah, diminum, atau dijadikan campuran air untuk mandi.

Selain untuk merawat kampung, ‘bela’ kampung juga bertujuan menghalau bala. Karena itu, zaman dulu, ‘bela’ kampung juga kadang diadakan setelah suatu desa mengalami musibah. Pengalaman serupa itu masih membekas di ingatan salah seorang warga Bokor, Sopandi. Menurutnya, di awal tahun 1990-an, daun-daun durian di Bokor banyak dihinggapi ulat. Melihat kejadian itu, penduduk Bokor melakukan ‘bela’ kampung. "Alhamdulillah, hingga saat ini, insya Allah belum ada musibah yang melanda kampung kami," ujar Sopandi.

Jika kita perhatikan, masih ada beberapa mitos yang dibungkus lewat cerita rakyat (folklore) yang kemudian dijadikan panduan. Inilah dongeng di mana jembalang dan mambang menjadi cameo-nya. Semaju apapun bangsa, tetap punya mitos walau mengalami demitologisasi. Oleh kita yang hidup hari ini, mitos itu mungkin kebanyakan tak masuk akal. Padahal, itu adalah hasil pengalaman ratusan tahun. Namun, unsur mitos adalah suatu teknik pelestarian alam dalam minda orang Melayu. Sehingga tak ada orang yang berani ceroboh memperlakukan alam di luar ketentuan adat resam Melayu dan panduan Islam yang lurus. Jadi, mitos hanya bersifat sementara, sebelum orang punya pikiran logis terhadap kelestarian alam. Walaupun, untuk dukun-dukun yang mengambil jalan kidal kadang digunakan untuk kepentingan irasional yang sangat terbatas. Jadi, puak Melayu menyimpan logika dalam mitosnya.

Pembuatan ancak dan sesajian adalah peninggalan zaman animisme. Namun itu tidak disembah oleh orang Melayu. Bahkan, di beberapa tempat di Meranti, pembuatan ancak dan sesajian sudah tak ada lagi. Yang tinggal hanya memasukkan bertih ke air.

Menurut budayawan Yusmar Yusuf, memasukkan bertih ke air bermakna mengharapkan berkah, rezeki, sekaligus simbol kemakmuran. Semua itu merupakan bagian dari penyusunan tanda-tanda suci (hierofany) karena setiap ritus selalu diikuti tanda-tanda suci. Dalam ‘bela’ kampung dimensi air (sungai atau laut) adalah pengharapan akan ikan yang banyak. Itu bisa terlihat pada ‘bela’ (semah laut) untuk terubuk di Selat Bengkalis yang diterajui pawang. Juga di Selat Asam di Desa Baran Melintang di Pulau Merbau, Meranti. Selain di Bokor, ‘bela’ sungai dan kuala juga di Sungai Suir, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Meranti. Konon, menurut cerita, sang pawang keturunan batin Suir berdiri di atas tubuh ikan pari yang timbul di tengah-tengah Sungai Suir.

"Semuanya menjaga keseimbangan manusia dan alam. Dengan menuju puncak bijak (wise) dan bajik (virtue). Kaidah-kaidah lokal yang kompromi dengan logika alam. Malah di era krisis energi dan perubahan iklim yang ekstrim, ihwal ini menjadi ‘cultural exercise’ (latihan kebudayaan) yang menarik dan testable (bisa diuji) untuk kehidupan yang nyaman (liveable)," ujar Yusmar yang juga anak jati Teluk Belitung, Meranti ini.

nb :
DEMIKIANLAH MELAYU DALAM MENJAGA KESEIMBANGAN ALAM.
Menjaga Hutan
Melestarikan hutan
Semuanya hancur oleh orang luar dan kebijakan pemerintah pusat yang tidak berperilingkungan-hidup.

Artikel lainnya :
Ekspedisi Hulu Sungai Bokor
Fiesta Bokor Riviera 2011
Desa Bokor Kecamatan Rangsang Barat
Herba Kembang Bokor
Peta Hutan Kabupaten Meranti Propinsi Riau
Tahun Baru Imlek di Selat Panjang
Bangunan Tua Kota Selatpanjang
Kearifan Lokal Memelihara Kampung di Pulau Ransang, Meranti : Obor dari Bokor
Unsur Mitos dalam Pelestarian Alam
Memperlakukan Alam Bagai Manusia

BACA SELANJUTNYA di - Unsur Mitos dalam Pelestarian Alam

Minggu, 20 Februari 2011

Kearifan Lokal Memelihara Kampung di Pulau Ransang, Meranti : Obor dari Bokor

Kearifan Lokal Memelihara Kampung
di Pulau Ransang, Meranti
Laporan PURNIMASARI, Bokor
purnimasari@riaupos.com


Adat orang hidup beriman
Tahu menjaga laut dan hutan
Tahu menjaga kayu dan kayan
Tahu menjaga binatang hutan
Tebasnya tidak menghabiskan
Tebangnya tidak memusnahkan
Bakarnya tidak membinasakan


Siang yang cukup terik, tengah hari, di awal Januari. Para penumpang yang hendak menyeberang ke Pulau Ransang dari Pelabuhan Tanjung Harapan, Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, sibuk mencari posisi yang strategis dalam boat pancung. Yang paling nyaman adalah duduk di bangku belakang, karena percikan air akibat hempasan haluan boat pancung akan sedikit berkurang. Sekitar 15 menit, boat pancung singgah ke Pelabuhan Peranggas, Desa Lemang, Kecamatan Ransang Barat untuk menurunkan pesisir. Letak Peranggas berhadap-hadapan dengan Tanjung Harapan. Jurumudi kemudian menyusuri Selat Air Hitam hingga bertemu kuala Sungai Bokor. Seketika, kawanan bakau (mangrove) yang terpelihara pun menyambut. Dari Selatpanjang ke Pelabuhan Bokor kurang lebih memakan waktu sekitar 30 menit.

Untuk sampai ke Bokor sebenarnya ada banyak jalan. Bisa lewat Bantar (ibukota Kecamatan Ransang Barat), Sialang Pasung, Tanah Kuning dan pelabuhan Kampung Jepun. Tapi umumnya adalah lewat Peranggas atau menyusuri sungai hingga ke pelabuhan Bokor. Jarak antara Peranggas ke Bokor kurang lebih 8 Km dan bisa ditempuh dengan sepeda motor.

Tiba di Bokor, suasana teduh pun menyapa. Jalan-jalan di kampung dicor semen dan cukup lebar. Pohon buah-buahan begitu mudah dijumpai. Mulai dari yang biasa seperti cempedak, manggis, jambu, langsat dan duku, hingga buah-buahan rimba yang sudah mulai langka seperti tampui, buah kundang (mirip anggur), paye (seperti salak tapi lebih kecil), pulas, lekop, sentul, semprung (seperti duku tapi agak besar) dan lain sebagainya. Batang-batang durian raksasa tumbuh di mana-mana, tinggi menjulang, menjilat angkasa. Nuansa rimba kian terasa ketika kicau burung dan bunyi selenging (iy’ang-iy’ang) menyelinap, menggelitik telinga.

Jika kita berjalan ke kampung-kampung lainnya di sekitar Bokor, maka lintasan-lintasan pemandangan yang dijumpai sungguh menyentuh dawai perasaan atau hati. Ada kebun getah, kelapa, kopi, pinang, kakao, saka, hingga taman padi yang permai diselingi panggung-panggung kecil tempat beristirahat. Kebun-kebun ini silih berganti dan kadang menyatu dalam sebuah komposisi yang unik ibarat sebuah lukisan. Kelapa bisa bersanding dengan padi. Pinang bisa berkawan dengan kopi. Bahkan, teras-teras rumah adalah huma padi. Sungguh persulaman-persulaman yang menenteramkan hati. Mirip patchwork (jahitan kain perca) yang meski main tabrak, campur aduk, namun tetap jelita. Hanya tangan lasak nan piawai yang sanggup menaklukkannya.

Hebatnya, semua komoditas itu berukuran serba jumbo. Semua terasa sanggam karena tanah yang dikawal sungai dan selat ini sangat subur sebab bersemenda dengan air masin. Pendek kata: kemari jadi, apapun ditanam, hasilnya takkan risau hati. Inilah cuplikan-cuplikan pemandangan alam semula jadi yang sungguh membuat takzim.

Di sepanjang jalan di kampung-kampung, penduduk menjemur pinang dan kopra. Kalau banyak, ia disusun di para-para di pekarangan rumah. Namun tidak diserakkan begitu saja. Buah pinang yang telah dibelah disusun dalam shaf-shaf yang rapi, pertanda yang melakukannya memang bertolak dari pangkal hati. Para perempuan mengumpulkan daun pandan untuk dibuat tikar. Budak-budak tertawa gembira bermain air di parit-parit besar yang membelah kampung mereka.

‘Bela’ Kampung, Sebuah Ritus Tua


Uniknya, masyarakat Bokor masih menegakkan tradisi ‘bela’ kampung. Dalam helat itu, penduduk melakukan ratib saman (berzikir) sambil berjalan keliling kampung. Tradisi ‘bela’ kampung sebenarnya dikenal hampir di semua tempat di Riau. Dalam dialek puak Melayu di daratan biasanya diucapkan dengan kata bolo. Artinya merawat, memelihara. Bedanya, biasanya ratib saman hanya dilakukan dalam surau atau masjid. Biasanya, ratib saman ini dilakukan orang-orang tarikat dengan maksud tolak bala, menghindarkan malapetaka dari kampung. Karena itu ia disebut juga ratib berjalan atau ratib tolak bala. Ini adalah sebuah ritus tua, tradisi yang sudah sangat lama. Paling akhir diperkirakan hanya ada sekitar tahun 1940-an.

Menurut wakil ketua panitia ‘bela’ kampung, Khaidir, ritual ‘bela’ kampung di Bokor sebenarnya juga sudah lama tak dilaksanakan, lebih kurang ada 17 tahun.
Kini kita coba adakan lagi untuk memacu semangat generasi muda bahwa pentingnya pelestarian budaya serta agar jauh dari bala petaka. Karena insya Allah akan diadakan sebuah helat besar di Bokor pertengahan tahun ini, dari hasil rapat dengan penduduk, diputuskan kita harus ‘bela’ kampung dulu. ‘Bela’ kampung sebenarnya ada dua versi, yakni secara adat dan syarak. Secara adat dilakukan dengan membuat sesajian di ancak dan yang secara syarak dilakukan dengan ratib saman keliling kampung," ujar Khaidir yang juga wakil ketua Badan Pembangunan Desa itu.

Menurut salah seorang tetua masyarakat Bokor, Uzir (42), tradisi ‘bela’ kampung dengan ratib saman keliling kampung adalah sebuah tradisi tua dan dulu dilakukan hampir di seluruh daerah di Kepulauan Meranti. Namun seiring perkembangan zaman, hal itu sudah makin jarang dilakukan bahkan nyaris tak ada lagi.

Semasa ia kecil dulu, kenang Uzir, jumlah penduduk yang melakukan ‘bela’ kampung jauh lebih besar. Yang ikut tak hanya puak Melayu, tapi juga Jawa, Banjar dan Bugis. Ketika itu, ‘bela’ kampung tak cuma dilakukan di darat, tapi juga di sungai atau laut. Untuk ‘bela’ kampung di laut, mereka membuat gambar orang-orangan dari pelepah rumbia yang kemudian dihanyutkan ke sungai. "Kalau ‘bela’ kampung yang di laut, sampan-sampan diatur sedemikian rupa lalu diberi galang-galang dari papan sehingga antara sampan ke sampan saling berhubungan. Nanti, bomo (dukun) akan menari-nari di atas papan itu sampai ia serap (macam kerasukan, red). Kadang, ada juga yang sebelum ke sungai, bomo menari di atas dulang yang ada bara api," tutur Uzir.

Kini, lanjut Uzir, ‘bela’ kampung di laut tak lagi dilakukan karena bomo laut sudah tak ada. Meski anak sang bomo laut ramai, ternyata tak ada yang mewarisi ilmu sang ayah. Yang masih hidup hanyalah bomo darat yang akrab disapa Aki Jamil yang kini sudah berusia 80 tahunan. Meski umur sudah uzur, Aki Jamil hingga kini masih jadi bomo. Dengan kondisi tubuhnya yang sudah bungkuk, ia masih bisa membaca mantera-mantera. Dalam aturan mainnya, bomo darat tak bisa melakukan ‘bela’ kampung di laut, begitu pula sebaliknya. "Dulu, ‘bela’ kampung juga diikuti perempuan. Yang paling berat adalah yang di laut. Karena penduduk akan berkumpul di kuala Sungai Bokor dan kemudian terjun ke laut. Mereka mengambil akar-akar kayu yang ada di kuala sungai lalu dibawa pulang untuk dijadikan obat," ungkap Uzir.

Dikatakan Uzir, sebenarnya, semua penduduk boleh ikut ‘bela’ kampung. Syaratnya, sudah akil baligh, berwudhu dan bersih dari hadas kecil dan hadas besar. Di hulu Sungai Bokor yang merupakan kampung tua dekat Sarang Burung dan Sengelir, penduduknya melakukan ‘bela’ kampung ketika buah-buahan sudah mulai masak. Hanya, mereka tak membuat ancak dan ratib saman cukup dilaksanakan di surau. Itu masih dilakukan hingga kini. Uniknya, meski sudah masak, buah-buahan yang ada di sana tak boleh dihabiskan semuanya oleh manusia, tapi harus disisihkan beberapa agar bisa dimakan hewan.

"‘Bela’ kampung dilakukan untuk menghindari gangguan makhluk halus dan syetan. Dengan adanya ‘bela’ kampung, diharapkan semua jenis tanaman terhindar dari penyakit. Karena itu ‘bela’ kampung ini boleh diteruskan. Sebab kalau dari sekarang kita sudah mengembangkan tradisi, anak-anak kita di kemudian hari insya Allah takkan lupa. Mungkin bisa saja dilakukan sekali setahun saat tahun baru Islam," tutur Uzir.

Warga Bokor lainnya, Om Bay (40) juga menilai bagus diadakannya kembali ‘bela’ kampung. "Ini sebenarnya sudah tradisi desa kami puluhan tahun lalu untuk menghindari bala. Masa saya kecil dulu, waktu orang sedang berzikir tu, kita tak boleh terserempak (berhadapan), juga tak boleh keluar rumah karena dianggap tak baik," kenang Om Bay.


Artikel lainnya :
Ekspedisi Hulu Sungai Bokor
Fiesta Bokor Riviera 2011
Desa Bokor Kecamatan Rangsang Barat
Herba Kembang Bokor
Peta Hutan Kabupaten Meranti Propinsi Riau
Tahun Baru Imlek di Selat Panjang
Bangunan Tua Kota Selatpanjang
Kearifan Lokal Memelihara Kampung di Pulau Ransang, Meranti : Obor dari Bokor
Unsur Mitos dalam Pelestarian Alam
Memperlakukan Alam Bagai Manusia


BACA SELANJUTNYA di - Kearifan Lokal Memelihara Kampung di Pulau Ransang, Meranti : Obor dari Bokor

Jumat, 18 Februari 2011

Desa Bokor Kecamatan Rangsang Barat

Desa Bokor Kecamatan Rangsang Barat Kabupaten Meranti Propinsi Riau dengan titik koordinat 1"02'50.05 North (Lintang Utara) dan 102"45'26.25 East (Bujur Timur).
Peta Lokasi Sungai Bokor dan Desa Bokor
Kecamatan Rangsang Barat
Kabupaten Meranti
Propinsi Riau

Berpenduduk 3.441 jiwa, terdiri dari 1146 lelaki dewasa, 569 perempuan dewasa, 1726 anak-anak. Desa Bokor memiliki 4 dusun yang semuanya bernama buah. Berkesesuaian dengan bahasa Melayu yang menyebut dusun sebagai kebun, sehingga dusun sebagai wilayah pemerintahan dalam struktur pemerintahan sekarang, dahulunya merupakan areal kebun dalam kehidupan masyarakat Melayu. Areal tersebut kemudian menjadi suatu wilayah pemerintahan sesuai dengan areal kebun dimaksud. Dusun-dusun di Desa Bokor tersebut adalah Dusun Durian, Dusun Cempedak, Dusun Manggis, dan Dusun Kelapa yang semuanya dikepalai oleh masing-masing seorang Kepala Dusun.

Penamaan Desa Bokor sendiri mengikut kepada nama sungai didekatnya yaitu Sungai Bokor. Sejarah Penamaan Sungai Bokor masih sedikit simpang siur karena penulis belum bertanya langsung dengan ahli sejarah yang mengerti daerah setempat. Penulis mendapat khabar berita dari pemuda dan masyarakat setempat bahwa Sungai Bokor dinamakan demikian karena dahulunya pernah jatuh sebuah bokor di sungai tersebut milik permaisuri Sultan Siak. Hulubalang-hulubalang telah dikerahkan untuk menyelam dan mencari bokor kesayangan permaisuri yang telah jatuh. Sampai beberapa lama, bokor kesayangan itu tidak dapat ditemukan, dan bahkan sampai sekarang pun tidak ditemukan. Dari kejadian itulah sungai tersebut dinamakan SUNGAI BOKOR, dan desa didekat sungai Bokor itu diberi nama Desa Bokor. Menurut masyarakat setempat lebih lanjut menerangkan bahwa Desa Bokor dahulu posisinya bukan di tempat sekarang, tetapi lebih jauh ke dalam dan bernama Desa Petani.

Bokor dalam kehidupan Melayu sesuai dengan Kamus Bahasa Indonesia, diartikan
bo·kor n pinggan besar yg cekung dan bertepi lebar (biasanya dibuat dr logam); tembokor
Dengan bentuk tepi yang lebar dan dalam, bokor lebih menyerupai mangkuk (mangkok) yang terbuat dari logam. Dahulu pada zaman Kesultanan Riau, biasanya terbuat emas, tembaga atau kuningan. Zaman sekarang biasanya terbuat dari tembaga dan alumunium. Bahkan sebagian masyarakat menetapkan bahwa Bokor adalah mangkok yang terbuat dari emas, tembaga, atau kuningan.

Bokor sebagai mangkok persembahan juga digunakan oleh masyarakat Bali. Terbuat dari Aluminuim diproduksi oleh masyarakat Desa Menyali, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali. Bokor ini diekspor ke mancanegara dengan negara tujuan Afrika, Belanda, Amerika Serikat, Prancis, Spanyol dan lainnya. Perhatikan nama Desa Menyali yang mirip dengan Desa Melai yang berbatasan dengan Desa Bokor Rangsang Barat.

Bokor sebagai nama tempat juga terdapat di daerah lain seperti :
  1. Bokor Hill Station di Kamboja tepatnya di Khmer Koathany Pnomh Bokor, Preah Monivong National Park yang dahulunya dijajah Prancis. Pernah dijadikan lokasi shooting film City of Ghosts (2002) dan R-Point (2004). Disini terdapat Bokor Palace Hotel (Bokor Mountain National Park in Cambodia).
  2. Desa Kedung Bokor di kecamatan Larangan, Brebes, Jawa Tengah, Indonesia.
  3. Desa Bokor Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
  4. Dusun Bokor Baran, Desa Pagedangan, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
  5. Kali Bokor (termasuk nama Jalan Kali Bokor) Kelurahan Pucang Sewu, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, Indonesia.
  6. Rawa Bokor, Kelurahan Rawa Bokor, Kecamatan Benda, Kota Tangerang (dekat bandara Soekarno Hatta).
  7. Bokor Village, Nograd County, Hungary (Hungaria)

Bokor juga merupakan penyihir hitam dan putih dalam kepercayaan Voodoo (Vodou) di Kepulauan Haiti. Bokor adalah pemimpin Makaya sebagai salah satu cabang ilmu Voodoo di daerah Kongo. Bokor juga merupakan pemimpin tertinggi dalam kepercayaan Voodoo Dominika.

Bokor sebagai nama bunga :
Bokor_bunga_bokor_Hortensia_Hydrangea
Bunga/Kembang Bokor
Bunga Tiga Bulan
Bunga Bokor dari genus Hortensia (Hydrangea) keluarga Hydrangeaceae. Di dalam masyarakat Melayu disebut Bunga Tiga Bulan. Bunga dengan sekitar 75 species ini sangat mudah tumbuh dan berkembang. Perbungaan majemuk, berbentuk malai (perhatikan nama Desa Melai dan Desa Menyali di atas), keluar dari ujung tangkai, membentuk rangkaian membulat seperti sanggul, di daerah beriklim sejuk mekar di awal musim semi hingga akhir musim gugur. Pada sebagian spesies, malai terdiri dari 2 jenis bunga, kelompok bunga yang fertil di tengah malai dan bunga-bunga steril yang berukuran lebih besar terangkai membentuk lingkaran. Ada juga spesies yang memiliki bunga yang semuanya fertil dan bentuknya sama.


Bokor Bali
http://www.iklan1.com/seni-desain/bokor-keben-pernak-pernik-bali.html



Bokor Jawa
http://koleksiunik.wordpress.com/2010/07/23/javanese-bokor-ws1040/


Bokor Ngawi Antik
http://antikoke.blogspot.com/2010/11/jual-bokor-antik.html



Bokor Tempurung
http://karangasemcraft.com/?paged=9



Artikel lainnya :
Ekspedisi Hulu Sungai Bokor
Fiesta Bokor Riviera 2011
Desa Bokor Kecamatan Rangsang Barat
Herba Kembang Bokor

BACA SELANJUTNYA di - Desa Bokor Kecamatan Rangsang Barat

Kamis, 17 Februari 2011

Fiesta Bokor Riviera 2011


Menghulu Bokor, Muliakan Nilai

Fiesta Bokor Riviera adalah Festival Musik, Tari dan Kebudayaan daerah khususnya daerah-daerah sungai, muara sungai dan tepi pantai. Riviera sendiri berdasarkan Wikipedia adalah merujuk kepada istilah Italia sejak abad pertengahan untuk menunjuk suatu daerah pantai di Liguria, daerah di barat-laut Italia. Saat ini, riviera secara umum digunakan untuk menunjukkan daerah-daerah tepi pantai dan sungai (river) serta daerah pesisir laut.

Awalnya Riviera adalah daerah Liguria Italia dan daerah-daerah terdekat dan berhubungan dengannya yaitu :
  1. Italian Riviera, daerah-daerah pantai antara La Spezia sampai ke Vintimiglia yaitu daerah yang berbatasan dengan Prancis.
  2. French Riviera, daerah antara Hyeres dan Menton sebagai daerah laut timur Alpen (Eastern Alpes Maritimes).

Sesuai perkembangan zaman, semakin banyak tempat lain yang disebut Riviera juga seperti : Sochian Riviera (Rusian Black Sea Coast), Albanian Riviera, Austrian Riviera (former coastline of Austria-Hungary near Trieste on the Adriatic Sea now part of Italy and Slovenia), Makarska Riviera (Croatia), Budva Riviera (Montenegro), Bulgarian Riviera (Bulgaria's Black Sea Coast), Romanian Riviera (Romania's Black Sea coast), English Riviera (Torbay in the South West of England), Florida Panhandle, (a region of Florida near Panama City also called the Redneck Riviera or Emerald Riviera), Gold Coast (Queensland also known as the "Australian Riviera"), Irish Riviera (various locations in the United States with high populations of Irish Americans, including Rockaway Beach, Queens, Spring Lake, New Jersey, and South Shore, Massachusetts), Long Beach (New York, once known as the Riviera of the East), Riviera Maya (the southeastern part of Mexico on the Yucatan Peninsula), Crimean Riviera (Ukrainian Black Sea Coast), Redneck Riviera (a colloquial term for the Southern U.S. coast from Mobile, Alabama to Apalachicola, Florida), Mexican Riviera (the western coast of Mexico including Acapulco), American Riviera (Miami Beach at Florida and Santa Barbara at California), Pondicherry (India, known as La Côte d'Azur de l'Est "The French Riviera of the East"), Red Sea Riviera (the eastern shore of Egypt), Egypt's Mediterranean Riviera, Turkish Riviera (also known as the Turquoise Coast), Worthing Riviera (West Sussex, also known as the Sussex Riviera), Chinese Riviera (Coastal Region in Zhuhai China, "The Romantic City"), BOKOR RIVIERA (Sungai Bokor, hutan bakau, Desa Bokor, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Meranti).

Bokor sendiri merupakan nama desa di Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Meranti Propinsi Riau dengan titik koordinat 1"02'50.05 North (Lintang Utara) dan 102"45'26.25 East (Bujur Timur).
Peta Lokasi Sungai Bokor dan Desa Bokor
Kecamatan Rangsang Barat
Kabupaten Meranti
Propinsi Riau

Propinsi Riau adalah propinsi yang dialiri oleh sungai-sungai besar dan sungai-sungai kecil. Terdapat 5 sungai besar yang mengaliri Propinsi Riau yaitu, Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Indragiri/Kuantan (2 nama 1 sungai, Indragiri di hilir dan Kuantan hulu), Sungai Kampar dan Sungai Gangsal. Semua sungai besar tersebut dapat dilayari dengan kedalaman rata-rata antara 6-12 meter.

"Bagaikan Aur dengan Tebing" sebagai perumpamaan bahasa Melayu yang menggambarkan keeratan antara Aur/bambu dengan tebing sungai. Sesuai topografi sungai di Riau yang umumnya bertebing curam dengan ketinggian yang berbeda-beda. Aur membutuhkan tebing untuk tempat tumbuh. Sedangkan tebing membutuhkan aur untuk penahan runtuh. Dengan demikian sungai akan terawat.

Usaha perawatan sungai yang menyatu dengan kebudayaan Melayu digempitakan dalam sebuah perhelatan akbar Fiesta Bokor Riviera 2011. Dewan Kesenian Kabupaten Meranti diwakili oleh Suryadi dan Fran Armayadi bekerjasama dengan Sanggar Bathin Galang yang diketuai oleh Sopandi, S.Sos berniat melaksanakan hajat tersebut di bulan Juli 2011 tepatnya tanggal 16,17 dan 18 berkesesuaian dengan pasang besar di daerah tersebut sekaligus musim buah-buahan terutama durian dan manggis.

Cerita awal bermula ketika Sanggar Bathin Galang dibawa oleh Dewan Kesenian Meranti ke acara Kenduri Seni di Batam pada 11 November 2010 yang lalu. Dalam bual-bual sedap (perbincangan) terbetiklah niat ketua Sanggar Bathin Galang, Sopandi untuk membuat acara yang sama dengan fokus pada alam terbentang yaitu sungai sebagai urat nadi kehidupan.

Sang Budayawan Riau, Prof. DR. Yusmar Yusuf pun diundang untuk perencanaan dan pelaksanaan perhelatan besar ini. Muncullah kata fiesta dan riviera yang ditujukan sebagai sebuah pesta rakyat tepi sungai dan tepi pantai yang bergaung ke seluruh pelosok dunia dengan tagline "Menghulu Bokor, Muliakan Nilai".

Kerja besar dimulai dari yang kecil.

Bismillahirrahman nirrahim langkah bermula,
Selalu berdoa janganlah lupa.
Mengeluarkan segala daya upaya,
Menjunjung marwah dan budaya.



Persiapan logo.









Artikel lainnya :
Ekspedisi Hulu Sungai Bokor


Gubahan dari :
Laporan Khusus RiauPos
Purnimasari

http://riaupos.co.id/news/2011/01/gempita-fiesta-bokor-riviera/
http://riaupos.co.id/news/2011/01/obor-dari-bokor/
http://riaupos.co.id/news/2011/01/unsur-mitos-dalam-pelestarian-alam/
BACA SELANJUTNYA di - Fiesta Bokor Riviera 2011

Selasa, 15 Februari 2011

Ekspedisi Hulu Sungai Bokor

Tanah Bokor tanah lembah,
Batang Senduduk becupang due.
Tanah Bokor tanah bertuah,
Sekali datang, takkan terlupe

Iza, Pandi, Jon, Ujang

Ekspedisi Sungai Bokor bersempena dengan persiapan perhelatan akbar Fiesta Bokor Riviera yang hendak dilaksanakan pada 16-18 Juli 2011 mendatang selama 3 hari. Ekspedisi ini cukup singkat dan bermakna bagi perhelatan akbar tersebut nantinya. Dipimpin oleh Prof. DR. Yusmar Yusuf Sang Budayawan Riau diiringi juga oleh Suryadi dan Frans Armayadi (Frans KPU) sebagai Ketua dan Sekretaris Dewan Kesenian Kabupaten Meranti dalam hal ini menjadi Nara Sumber masyarakat tempatan. Sopandi, Iza, Ujang, dan Jon adalah Pemuda Desa Bokor bertugas sebagai penunjuk dan pengarah jalan sekaligus pendayung sampan. Saya (attayaya) mendapat tugas sebagai photographer dan Dedi Ariandi praktisi arsitektur mendapat kebagian jatah tugas untuk mengamati lokasi dan merencanakan pelaksanaan berikutnya. Tak lupa Jang Naim sang bendahara dan dibantu Adhie Agoes.

Bergerak dengan menggunakan sebuah Kapal Pompong yaitu kapal kayu bermesin diesel dengan kapasitas 15-20 membuat kapal itu terasa lega karena dinaiki oleh kami yang ber-7 orang saja ditambah 1 orang nakhoda. Berkisar di jam 11 siang, sang nakhoda kapal pompong mengarahkan haluan menuju muara Sungai Bokor. Diperkirakan perjalanan memakan waktu sekitar 30-40 menit ke dermaga Desa Bokor di Sungai Bokor. Menjelang sampai ke Muara Sungai Bokor, kapal pompong pun kami sulap menjadi sebuah restoran terapung sederhana. Hal ini mengingat perut yang sudah mulai keroncongan dan perjalanan masuk ke Hulu Sungai Bokor lumayan jauh.

Sesampai di dermaga Desa Bokor, Pandi, Iza, Jang dan Jon telah menanti dengan 2 buah sampan. Dengan sigap dan cepat mereka menambatkan sampan tersebut di buritan kapal. Sampan-sampan ini nantinya akan dipergunakan untuk masuk makin jauh ke Hulu Sungai Bokor karena sampai pada suatu lokasi, tidak bisa lagi dilayari oleh kapal pompong.

Klik Gambar Peta untuk memperbesar
Peta Kabupaten Meranti - Riau

Peta Pulau Rangsang Barat
(Kepala Lumba-lumba)
Kabupaten Meranti
Propinsi Riau

Peta Desa Bokor
Kecamatan Rangsang Barat
Kabupaten Meranti
Propinsi Riau

Sepanjang perjalanan yang berjarak sekitar 6 kilometer masuk ke Hulu Sungai Bokor, terpampang jelas di depan mata begitu hijau dan rimbunnya Hutan Bakau. Hutan Rawa Bakau tentu saja didominasi oleh Pohon Bakau sebagai kumpulan tumbuhan dari marga Rhizopora bersuku Rhizophoraceae. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang menyolok berupa akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup daun penumpu yang meruncing, serta buah yang berkecambah serta berakar ketika masih di pohon (vivipar). Pohon bakau juga memiliki banyak nama lain seperti tancang, tanjang (Jw.); tinjang (Md.); bangko (Bugis); kawoka (Timor), wako, jangkar dan lain-lain. Lima species bakau yang diketahui yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora mangle, Rhizophora mucronata, Rhizophora racemosa, Rhizophora stylosa.

Hutan Bakau Sungai Bokor masih terjaga yang dipergunakan masyarakat setempat seperlunya saja untuk memproduksi kayu arang ataupun kegunaan lainnya. Bakau yang diambil hanya sesuai dengan ukurannya tanpa mengambil ukuran yang lain.

Sesampai di dermaga terakhir yang bisa dilayari kapal pompong, kami pun berpindah ke sampan. Sampan pun didayung makin ke hulu. Sungai Bokor memiliki banyak anak sungai. Percabangan anak sungainya cukup rumit dan memiliki nama tersendiri. Persimpangan anak sungai yang cukup besar diberi nama "Sake due" (saka dua dibaca dengan huruf "e" lemah). Lokasi persimpangan ini memiliki pusaran air yang cukup kencang ketika air mulai surut. Menuju Hulu Sungai Bokor haruslah memperhatikan air pasang dan surut, jika tidak kemungkinan tidak bisa mencapai hulu sungai yang dimaksud.

Semakin ke hulu, semakin rapat tetumbuhan Bakau yang kadang menyulitkan pendayung sampan. Sampai pada batas tertentu, salah satu dayung sampan akan disimpan dan dilanjutkan dengan mendorong sampan dari belakang buritan dengan satu dayung sampan. Disinilah letak serunya naik sampan, karena ada kerjasama antara pendayung/pendorong-dayung dengan penumpang. Penumpang sampan diikutsertakan untuk memegang, menahan, mendorong akar-akar Bakau yang ada disisi kapal yang tercapai oleh tangan saja.

Pada saat kami menelusuri Hulu SUngai Bokor, air dalam keadaan pasang, sehingga air mengalir menuju hulu. Sampan pun mudah bergerak menuju hulu mengikuti aliran air. Jika air surut, air sungai akan mengalir ke hilir sebagaimana lazimnya aliran sungai. Keadaan sungai secara khusus di Kecamatan Rangsang Barat dan umumnya di Kabupaten Meranti adalah mengalir ke hulu jika air pasang dan mengalir ke hilir jika surut. Aliran ini dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Sesampainya di dekat hulu Sungai Bokor pada lokasi yang dituju, terhampar kebun durian alami. Sayangnya kebun durian ini sedang berbunga dan akan berbuah di bulan Juli 2011 nantinya bertepatan dengan berlangsungnya perhelatan akbar Fiesta Bokor Riviera. Kebun durian ini adalah milik masyarakat setempat, menghasilkan durian yang sangat "lemak" dan dapat mengalahkan rasa Durian Bagong maupun Durian Petruk di tanah Jawa.

Lokasi kebun durian ini direncanakan sebagai salah satu stage (panggung) yang berbasis alam terbuka untuk workshop musik dan tari. Pepohonan durian, manggis dan lainnya dijadikan sebagai "backdrop" latar belakang panggung. Panggung/stage dalam hal ini bukanlah harus menggunakan perlengkapan panggung sebenarnya, karena direncanakan panggung alam ini adalah areal tanah yang dibersihkan dan ditentukan untuk tempat bermain musik dan tari. Tidak diperlukan listrik dan sound system, karena alam telah memberikan suara terbaik untuk telinga pendengar. Alat musik yang dimainkan nantinya adalah alat musik perkusi yang sejalan dengan irama alam yang indah.

So...
Kami menunggu anda semua di Fiesta Bokor Riviera 16-18 Juli 2011.

Nara Sumber
Fran Armayadi dan Suryadi (Dewan Kesenian)
Sopandi (Pemuda Desa Bokor)

Sang Profesor
Prof. DR. Yusmar Yusuf

Sang Profesor yang juga menunjukkan arah ke hulu Sungai Bokor

Menikmati pemandangan hutan bakau dari haluan kapal

Frans KPU dan Adhie menunjukkan buah pohon bakau


Hutan Bakau Sungai Bokor

Pepohonan tinggi yang masih ada

Pohon Meranti Bakau

Lokasi Pendaratan di Hulu Sungai Bokor

Pohon Durian Hulu Sungai Bokor

Pohon Durian Hulu Sungai Bokor


Pohon Manggis Hulu Sungai Bokor

Pohon Durian Hulu Sungai Bokor

Penentu lokasi panggung dengan backdrop alam

Mengambil buah keras sebagai contoh

Indahnya alam Sungai Bokor
Indahnya hutan bakau alam Indonesia



BACA SELANJUTNYA di - Ekspedisi Hulu Sungai Bokor